19 November 2009

KH. Syukriadi Sambas

• “...Tiadalah Kami alfakan sesuatu pun di dalam al-Kitab...” (Q.S. aAn’am: 38).
• “(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdo’a: ‘Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, dan sempurnakalah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (Q.S. al-Kahfi: 10)
• “Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahl-Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jaalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (Q.S. saba: 6)

Perintah melaksanakan dakwah Islam juga berarti perintah membangun keilmuannya dan mengadakan segala sesuatu yang berkaitan bagi terselenggaranya perintah tersebut dengan baik, benar dan profesional. Dan merealisasikan segala sesuatu yang di perintahkan adalah kewajiban bagi yang menerima perintah, dengan demikian membangun dan mengembangkan keilmuan dakwah dengan berbagai macam disiplinnya sejalan dengan kewajiban dakwah itu sendiri.

Dakwah Islam sudah menjadi suatu disiplin ilmu yang mandiri dalam khajanah Ilmu Agama Islam walaupun pengakuan formalnya di Indonesia baru diakui tahun 1982 melalui K.M.A.RI nomor 110/1982 setelah mendapat rekomendasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dakwah Islam sebagai suatu disiplin ilmu yang mandiri –antara lain- ditegaskan oleh Dr. Ahmad Ghalwus bahwa dakwah Islam itu sudah menjadi suatu disiplin ilmu yang mandiri, sebab ilmu dakwah memenuhi persyaratan yang disyaratkan bagi sebuah bangunan suatu disiplin ilmu sebagaimana disiplin Ilmu Agama Islam yang lainnya, baik dari segi ontologis, epistemologis dan aksiologisnya.

Upaya optimalisasi dan maksimalisasi pengembangan keilmuan dakwah Islam dengan berbagai macam sub disiplinnya adalah bagian dari kewajiban bagi para pakar dakwah Islam khususnya dan pakar ilmu agama Islam pada umumnya sebagai baginan dari perjuangan mengatasi persoalan keutamaan yang semakin komplek dalam memasuki milenium ketiga. Sebab, memasuki milenium ketiga ini manusia akan semakin banyak menghadapi persoalan kehidupan keagamaan yang diakibatkan oleh kemajuan sains, teknologi modern, pertukaran budaya global, dan persaingan global pula –misalnya terjadinya perubahan dan pergeseran nilai-nilai positif oleh nilai-nilai negatif, dan menimgkatnya pelanggaran ajaran agama dan norma budaya positif lokal sebagai penyakit mental dan sosial yang berarti pula sebagai problema kehidupan mad’u. Dalam suasana seperti ini, dakwah Islam dengan berbagai macam bentuk kegiatannya semakin memerlukan penanganan secara propesional dan proporsional.

Salah satu bentuk kegiatan dakwah adalah bimingan dan penyuluhan Islam, bagaimana posisi, materi dan prospek pengembangan keilmuannya? Persoalan ini memerlukan jawaban dari sudut pandang filsafat ilmu yang berbasiskan kepada al-Qur’an, sunah dan produk ijthihad dalam memperkokoh dan mengembangkan disiplin ilmu bimbingan dan penyuluhan Islam sebagai bagian dari ilmu agama Islam.

Sebagai bahan diskusi, makalah ini membatasi paparan singkatnya pada: (1) aspek ontologis, (2) epistemologis, (3) aksiologis dan (4) proses takwin kader profesional bimbingan dan penyuluhan Islam. Aspek yang pertama, dibatasi pada mengungkap tentang hakekat bimbingan dan penyuluhan Islam sebagai sub fenomena kajian ilmu dakwah dan sebagai sub disiplin ilmu dakwah. Aspek yang kedua, dibatasi dengan mengungkap metode ilmu bimbingan dan penyuluhan Islam. Aspek ketiga dibatasi pada mengungkap fungsi dan nilai guna ilmu bimbingan penyuluhan Islam. Sedangkan aspek yang keempat mengungkap tentang proses takwin (pembentukan) kader pembimbing (mursyid) dan penyuluh (wa’izh) profesional melalui prpses belajar mengajar pada perguruan tinggi agama Islam.

A. Hakekat BIMBINGAN ISLAM dalam Keilmuan Dakwah

Bimbingan dan Penyuluhan Islam terdiri atas dua buah term, yaitu Bimbingan Islam dan Penyuluhan Islam. Bagi yang pertama, berasal dari term irsyad, yaitu prilaku muslim (niyat, irodat, dan amal) berupa menunjukan ajaran, menutun pelaksanaanya, dan membantu pemecahan problema kehidupan orang lain dengan bahasa lisan dan perbuatan yang berlangsung dalam suasana tatap muka. Proses irsyad ini melibarkan unsur (1) mursyid, (2) pesan (3) media, (4) metode, (5) mursyad bih (penerima), dan (6) tujuan. Sedangkan yang kedua, berasal dari term wa’zh atau mau’izhah yaitu prilaku muslim (niyat, iradat, dan ‘amal) berupa mentransmisikan ajaran Islam kepada orang lain dengan bahasa lisan dan perbuatan dalam suasana tatap muka dan dialogis. Proses wa’zh ini melibatkan unsur (1) wa’izh (2) pesan, (3) media, (4) metode, (5) mau’uizh bih, dan (6) tujuan.
Irsyad dan wa’zh ini sebagai bagian dari dakwah Islam dilihat dari segi bentuk kegiatannya, dari segi kontek dakwah, yaitu interaksi antara unsur da’i dan mad’u secara kualitas dan kuantitas, irsyad dan wazh ini termasuk kedalam kontek dakwah nafsiyah, kontek dakwah fardiyah, dan dakwah fi’ah qalilah, sebab kontek dakwah katsirah termasuk kategori tabligh.
Interaksi antar unsur irsyad dan wa’zh melahirkan problema irsyad dan wa’zh yang menjadi objek formal disiplin ilmu BIMBINGAN ISLAM sebagai salah satu bagian dari objek formal dakwah. Sedangkan objek materialnya adalah “perilaku keislaman dalam menjalankan ajaran Islam yang berkaitan dengan kewajiban melaksanakan dakwah Islam”, dan dakwah Islam sebagai bagian dari prilaku keagamaan Islam, pada tataran prilaku keagamaan Islam inilah BIMBINGAN ISLAM bagian dari dakwah bersentuhan dengan ilmu agama Islam, dan dalam tataran prilaku keagamaan akan bersentuhan dengan bidang ilmu sosial.
Macam-macam problema BIMBINGAN ISLAM ini yang menjadi fenomena kajian keilmuannya “dapat”dirumuskan menjadi : (a) problema kualitas mursyid dan wa’izh yang dilahirkan dari interaksi unsur-unsur (1) dengan (2) dalam proses BIMBINGAN ISLAM , (b) problema efktivitas dan efesiensi BIMBINGAN ISLAM yang dilahirkan dari interaksi antara unsur: (1) dengan unsur (3) dan unsur (4) dalam proses BIMBINGAN ISLAM, interaksi ini juga melahirkan problema (c) keterampilan dan profesionalisme mursyid dan wa’izh, (d) problem citra mursyid dan wa’izh yang dilahirkan dari interaksi antara unsur (1) dengan unsur (5), dan interaksi ini melahirkan pula problema (e) respons mursyad bih dan mau’izh bih dan (f) problem “keberhasilan”BIMBINGAN ISLAM yang dilahirkan dari interaksi antara unsur (1) dengan unsur (6) dalam proses BIMBINGAN ISLAM.

Adanya problem BIMBINGAN ISLAM yang dimunculkan oleh interaksi antara unsurnya mengacu pada adanya empat macam pengaruh sesuatu terhadap sesuatu yang diajukan oleh al-‘Amiri, yaitu (1) pengaruh ajsam (fisik) terhadap ajsam seperti magnit, (2) pengaruh anfus terhadap ajsam seperti do’a, (3) pengaruh ajsam terhadap anfus seperti getaran benda terhadap pendengaran srbagai jendela nafs dan (4) pengaruh anfus terhadap anfus seperti nasehat dalam dakwah.

Hakekat unsur-unsur BIMBINGAN ISLAM sebagai fenomena keilmuan dalam tataran konsep dapat dijelaskan secara singkat, yaitu (1) mursyid dam wa’izh adalah seorang muslim ‘aqil, baligh, memiliki pengetahuan tentang agama Islam danilmu yang berkaitan dengan dakwah Islam,dan telah menegakkan dakwah nafsiyah (menda’wadi diri sendiri oleh dirinya sendiri), (2) pesan irsyad dan wa’zh yaitu ajaran Islam yamg memiliki karakteristik sebagai din al- fitrah , al-aql, al- fikir, al- ilm, al-hikmah, al- burhan, al-hujah,al-wijdan, al-huriyah, al-istiqlal, dan fungsi lainya,(3) media, yaitu suatu yang menjadi saluran atau yang dilewati pesan berupa bahasa yang baik (ahsanu qawlan) dan amal yang baik pula (ahsanu’amala), (4) metode, yaitu aktualisasi penggunaan media “dapat berupa” mujahadah nafs, dhabth nafs, wiqayah nafs, tazkiyah nafs, do’a syifa, nasihat, ceramah, dialog, ta’lim, tamsil, dan qudwah hasanah, (5) mursyad bih mau’uzh bih, yaitu individu muslim, kelompok kecil dan kolompok menengah yang memerlukan pembinaan, peningkatan kualitas keagamaan, dan memerlukan bantuan penyelesaian problem kehidupan, dan (6) tujuan BIMBINGAN ISLAM adalah suatu situasi dan kondisi kualitas kehidupan mursyad bih mau’uzh bih yang ditentukan sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi persoalannya.

Zainuddin al-Bagdadi mengkaitkan hakikat nashihah dengan mau’izhah, dengan demikian macam-macam kegiatan nashihah dalam tataran konsep “dapat” menjadi fenomena kajian BIMBINGAN ISLAM, penjelasan Zainuddin al-Bagdadi ini sebagai salah satu syarah hadist tentang “agama islam sebagai nashihah bagi Allah, Kitab, Rasul, Pemimpin Umat, dan Umat Muslimin”. Ringkasannya sebagai berikut :

Nashihah bagi Allah berintikan mengesakan Allah, meyakini segala sifat yang dimiliki-Nya, mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan–Nya, mencintai-Nya, berdo’a kepada-Nya, dan berjihad dijalan–Nya. Nashihah bagi Kitab Allah berintikan mengimani, mengagungkan, membaca, mempelajari Kitab Allah, memahami dan mengkaji ilmu–ilmunya, memikirkan kandungan-kandungan ayat-ayatnya, menyebarluaskannya, dan mempertahankannya. Nashihah bagi Rasul Allah berintikan mengimani dan mencitai Rasul, mempelajari sunahnya, mengikuti jejak langkahnya, menghidupkan dan menyebarluaskan sunahnya, mencintai keluarganya dan para sahabatnya, dan mempertahankan sunahnya. Nashihah bagi para Pemimpin Muslim berintikan membantu penegakan kebenaran dan keadilan, mentaati perintahnya yang sesuai dengan ajaran, mengingatkan kekeliruan dan kesalahannya secara arif bijaksana dan mendo’akannya agar asil dan bijaksana, dalam menjalankan tugasnya. Dan nashihah bagi Umat Muslim berintikan mengajar dan membimbing mereka ke arah kemaslahatan urusan keagamaan dan keduniaan mereka, saling mencintai, menutupi aibnya yang perlu ditutupi, membantu dan mendorong pemecahan masalah yang dihadapinya, menjauhkan sikap dan prilaku saling membenci, dan membentengi sesama muslim dari musuh Islam terhadap musuh Islam di manapun dan kapanpun.

Mengacu pada hakikat BIMBINGAN ISLAM yang di ketemukan, maka ilmu BIMBINGAN ISLAM “dapat” dirumuskan sebagai kumpulan pengetahuan tentang internalisasi ajaran Islam dalam kontek dakwah nafsiyah, fardiyah, dan fi’ah,yang bersumber pada al-Qur’an sunah, dan ijtihad untuk mewujudkan kebenaran, keadilan dan menegakkan fitrah kemanusiaan muslim dalam kenyataan kehidupannya.

B. Metodologi, Struktur dan Klasifikasi Ilmu BIMBINGAN ISLAM

Sebagai suatu sub disiplin Ilmu dakwah, Ilmu BIMBINGAN ISLAM menjalankan fungsi keilmuannya, paling tidak, melalui tiga metode, yaitu: (1) metode istinbath, (2) iqtibas, dan (3) istikra. Definisi masing-masing “dapat” dirumuskan sebagai berikut:
Metode istinbath adalah proses penalaran dalam menjelaskan, memprediksi dan mengevaluasi hakikat BIMBINGAN ISLAM dengan mengacu pada al-Qur’an, sunah, dan produk ijtihad ulama dalam memahami keduanya. Produk metode ini menjadi teori ulama dalam ilmu BIMBINGAN ISLAM. Metode iqtibas adalah proses penalaran dalam menjalaskan, memprediksi dan mengevaluasi hakikat BIMBINGAN ISLAM dengan mengambil pelajaran dari teori ilmu sosial dan filsafat manusia. Hal ini dapat dilakukan mengingat objek material ilmu sosial dan filsafat manusia yang mengkaji fenomena prilaku manusia, dengan catatan hal-hal yang secara subtansial bertentangan dengan sumber utama BIMBINGAN ISLAM, yaitu al-Qur’an dan al-Sunah “harus” segera dikoreksi oleh teori utama BIMBINGAN ISLAM. Produk metodekedua ini menjadi “teori menengah” atau teori kedua BIMBINGAN ISLAM. Dan metode istiqra adalah proses penalaran dalam menjelaskan, memprediksi dan mengevaluasi hakikat BIMBINGAN ISLAM melalui kegiatan penelitian pada tataran konsep dan pada tataran realitas macam-macam aktivitas BIMBINGAN ISLAM dengan cara kerja ilmiah. Produk metode ketiga ini menjadi teori ketiga BIMBINGAN ISLAM. Dengan demikian terdapat empat wilayah teori BIMBINGAN ISLAM, yaitu wilayah suatu teori BIMBINGAN ISLAM sebagai produk metode iqtibas , wilayah tiga teori BIMBINGAN ISLAM produk istiqra jika menggunakan produk BIMBINGAN ISLAM wilayah satu dalam menganalisis masalah penelitiannya, dan wilayah empat teori BIMBINGAN ISLAM produk metode istiqra jika menggunakan teori BIMBINGAN ISLAM wilayah dua dalam menganalisis masalah penelitiannya.
Metodologi perolehan pengetahuan yang lazim digunakan secara persial dapat dipinjam secara proposional, yaitu motidologi yang berbasis pada aliran teori pengetahuan Empericsim (al-Mazhab al-Tajribi), Rasionalism (al-Mazhab al-‘Aqli), Criticism (al-Mazhab al-naqd)dMisticism (al- Mazhab al-Shufi).
Aktualisasi metodologi keilmuaan BIMBINGAN ISLAM akan melahirkan sejumlah teori BIMBINGAN ISLAM sebagai isi dari keilmuan BIMBINGAN ISLAM itu sendiri, reori tersebut berkaitan dengan unsur-unsur proses BIMBINGAN ISLAM dan interaksi antara unsur-unsurnya. Kategorisasi teori ini antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pertama, teori citra: proposisi-proposisihasil istinbath, iqtibas, dan istiqra, mengenai mursyid dan wa’izh.
Kedua, teori pesan: proposisi-proposisi hasil istinbath, iqtibas, dan istiqra mengenai pasan BIMBINGAN ISLAM.
Ketiga, teori efektivitas: proposisi-proposisi hasil istinbat, iqtibas, dan istiqra mengenai media dan metode BIMBINGAN ISLAM.
Keempat, teori medan BIMBINGAN ISLAM: proposisi-proposisi hasil istinbath, iqtibas, istiqra mengenai berbagai persoalan mursyad bih dan mau’uzh bih.
Kelima, teori respon: proposisi-proposisi hasil istinbath, iqtibas, istiqra mengenai perubahan aspek sikap, pengetahuan dan tindakan mursyad bih dan mau’uzh bih terhadap pesan BIMBINGAN ISLAM.
Berdasarkan pada hakikat BIMBINGAN ISLAM dan metodologinya, maka stuktur keilmuan BIMBINGAN ISLAM yang menjadi keharusan baginya “dapat” distrukturkan menjadi (1) ilmu sumber, (2) ilmu dasar teoritik BIMBINGAN ISLAM, dan (3) ilmu teknik BIMBINGAN ISLAM. Bagi yang pertama berupa disiplin yang memberikan kerangka ihtida bi al-Qur’an dan iqtida bi al-Sunah, yaitu tatanan dan tuntunan “normatif konseftual” dan “ konseftual oprasional’. Kedua,berupa disiplin BIMBINGAN ISLAM yang memberikan kerangka teori dan metodologi BIMBINGAN ISLAMyang berfungsi memberikan dasar-dasar teoritik dan metodologik keahlian BIMBINGAN ISLAM. Dan ketiga,berupa disiplin yang memberikan perangkat oprasional kegiatan BIMBINGAN ISLAM, yang dapat dikategorikan sebagai “teknologi irsyad bihdan teknologi wa’zh”atau mau’uzh. Dari segi konsentrasi dengan mengacu pada pengelampokan aktivitas ke-BIMBINGAN ISLAM- an memunculkan tiga macam konsentrasi studi, yaitu studi bimbingan Islam (irsyad), studi penyuluhan Islam (wa’zh) atau mauizhah dan studi psikoterapi Islam atau religio terapi Islam (istisyfa). Oleh karena itu, maka klasifikasi keilmuanBIMBINGAN ISLAM tercermin dalam macam-macam mata kuliah program studi BIMBINGAN ISLAM sebagaimana tercantum dalam “kurikulum jurusan BIMBINGAN ISLAM “yang selalu memerlukan pengkajiaan terus-menerus dalam mengantisipasi perkembangan jaman yang selalu berubah di samping ada sesuatu yang tidak berubah.
Macam keilmuan BIMBINGAN ISLAM, “dapat’’ pula digolongkan pada perspektif basis teoritik yang digunakannya, yaitu perspektif al-Qur’an, sunah, psikologi, sosiologi, filsafat, antropologi budaya, sejarah, dan komunikasi dan ke-BIMBINGAN ISLAM-an itu sendiri sebagai perspektif, selain penggolongan berdasarkan prospektif, “dapat” pula diklasifikasikan dengan mendasarkan pada konsentrasikajian masing-masing unsur BIMBINGAN ISLAM, sehingga melahirkan kategorisasi ilmu tentang mursyid dan wa’izh, ilmu tentang pesan, ilmu tentang media dan metode, dan ilmu tentang mursyad bih dan mau’uzh bih.Dengan mengacu pada setruktur dan klasifikasi keilmuan BIMBINGAN ISLAM membawa konsekuensi logis posisi dan status keilmuan BIMBINGAN ISLAM berkarakter sebagai ilmu yang interdisipliner.

C. Fungsi, Nilai Guna dan Tujuan Ilmu BIMBINGAN ISLAM

Fungsi ilmu BIMBINGAN ISLAM “dapat” dirumuskan sebagai (1) manhaj mentreansformasikan ajaran Islam menjadi tatanan dan tuntunan individu dan kelompok muslim dalam mengaktualisasikan fungsi ke- abid-an dan ke-khalifah –annya, (2) mentranspormasikan niyat dan iradat menjadi amal shaleh, dan (3) membangunkan dan mengembalikan atau kelompok manusia muslim bermasalahpada fitrah dan meluruskan tujuan hidupnya berdasarkan al-Qur’an dan sunah. Nilai guna ilmu BIMBINGAN ISLAM secara filosofis “dapat’’ dirumuskan secara ikhtiar menegakkan kebenaran objektif, keadilan, amar ma’ruf-nahyi munkar, membangunkan dan mengembalikan fitrah manusia, meneguhkan fungsi hidup sebagai ‘abid dan khalifah Allah menurut Qur’an dan sunah, dan mensyukuri nikmat akal.
Sedangkan tujuan ilmu BIMBINGAN ISLAM secara filosofis “dapat” dirumuskan, yaitu untuk (1) memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan proses irsyad dan wa’zh Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunah Secara objeltif- propesional; (2) melakukan kritik dan koroksi proses irsyad dan wa’zh Islam dan sekaligus mengevaluasinya; (3)menegakkan kebenaran dan keadilan diatas dasar tauhidullah dan tauhid risalah; (4) ikhtiar menyempurnakan jiwa manusia baik dari sudut teoritis maupun praktis.

D. Takwin Kader Mursyid dan Wa’izh Profesional
Kependidikan BIMBINGAN ISLAM melalui institusi jurusan BIMBINGAN ISLAM bertujuan mendidik dan membentuk kader mursyid dan wa’izh profesional yang kokoh berakidah Islam, berfitrah Islam, berakhlak mulia yang memiliki keahlian dan keterampilan dalam Irsyad dan wa’zh Islam serta berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara dibawah naungan riddha Allah SWT. Identitas alumni jurusan BIMBINGAN ISLAM adalah ahli irsyad dan ahlu wa’izh Islam.Oleh karena itu proses PBM bagi programstudi BIMBINGAN ISLAM merupakan sistem pembentukan kader mursyid dan wa’izh yang terdiri dari unsur ta’lim (tranmisi ilmu), takwin (pembentukan karakter), tandzim (penataan), dan wada (pelepasan kemandirian).
Guna mewujunkan misi dan visi tersebut, diperlukan model dan substansi kurikulum yang sejalan, relevan dan antisifatif terhadap berbagai persoalan irsyad dan wa’zh yang diaktualkan dalam mekanisme akadenik yang dinamis, kreatif, demokratik, dan profosional antara bobot kajian teoritik di suatu sisi lain melalui fungsionalisasi labolatorium dakwah.
Penutup: “Perspektif BIMBINGAN ISLAM “
Produk utama dari segala ikhtiar pengembangan keilmuan BIMBINGAN ISLAM adalah terbentuknya “perspektif BIMBINGAN ISLAM”, yaitu di milikinya berbagai teori BIMBINGAN ISLAM yang menjelaskan identitas kehadirannya dan sesuatu di luar dirinya yang bersentuh dalam tataran objek materialnya. Dengan demikian “perspektif BIMBINGAN ISLAM” berintikan kerangka konseptual, seperangkat asumsi-asumsi, seperangkat nilai-nilai, dan pseperangkat gagasan tentang BIMBINGAN ISLAM yang menuntun persepsi ilmuan BIMBINGAN ISLAM dan praktisinya yang pada gilirannya mewujudkan dalam aksi nyata sesuai situasi dan kondisinya.
Tugas pengembangan “presepektif BIMBINGAN ISLAM “ bukan dilakukan pada jenjang S1, tugas jenjang S2, dan S3, sebab tugas S1 adalah mempelajari, memahami dan mengaplikasikan teori BIMBINGAN ISLAM. Nasrum min Allah wa Fathun Qarib.

0 Comments:

Post a Comment