01 Oktober 2009

Farmakologi Narkoba

Oleh Drs. H. Isep Zaenal Arifin, MA

Tiap jenis narkoba yang dikonsumsi (kecuali alkohol) akan mempengaruhi dan mengganggu sistem lymbik terutama lymbik tengah pada saraf pusat di otak. Zat ini diterima oleh reseptor-reseptor penerima melalui sistem kimia otak yang disebut neurotransmitter. Dalam kondisi normal neurotransmitter berfungsi menangkap impuls-impuls pesan dari luar untuk kemudian diteruskan apa adanya ke reseptor dan dari reseptor ke otak.

Akibatnya pesan yang masuk dengan respon yang keluar dari otak terjadi kesesuaian Pada orang yang terkena narkoba sistem kimia otak ini pola kerjanya diacak oleh narkoba, akibatnya respon pemakai narkoba akan berbeda dengan orang normal, misalnya sensitif, temperamental, bebal, merespon nasehat dengan kebencian, apatis dan lain-lain.

Pada tahap tertentu bahkan narkoba dapat “berpura-pura” menggantikan fungsi zat tertentu atau bahkan mengusir zat tertentu kemudian digantikan oleh dia dengan “mengunci” pintu tempat tersebut dari dalam karena itu zat yang asli dari tubuh sulit memasuki tempatnya kembali. Keadaan inilah yang menyebabkan zat narkoba tidak dapat diganti dengan zat lain karena zat lain tidak dapat memasuki tempat semula.

Beberapa saraf otak tanpa narkoba kerjanya menjadi kacau atau lumpuh dan baru berfungsi kembali ketika pasokan narkoba dari luar sudah datang, celakanya untuk mendapatkan efek yang diinginkan dosis dan takarannya harus terus bertambah. Kondisi inilah yang menyebabkan seorang pemakai menjadi ketergantungan kepada narkoba dengan dosis yang terus meningkat dan rentang waktu efek yang menjadi semakin pendek.

Karena itu seorang pengguna narkoba hidupnya hanya akan berada dalam enam lingkaran yaitu: Intoksikasi, Toleransi, Withdrawal syndrome, Addiction, Dependensi, dan Over Dosis. Intoksikasi keadaan dimana sipemakai dalam perilakunya sudah menunjukan berada dalam pengaruh zat. Kita menyebut keadaan ini mabuk, tetapi justeru kondisi inilah yang diinginkan oleh pemakai dengan istilah, terbang, fly, gitting tepar dan lain-lain. Toleransi adalah kondisi secara fisik dan fisiologis seseorang membutuhkan jumlah zat yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang sama setelah pemakaian berulangulang. Karena itu dalam jangka waktu lama jumlah dosis yang digunakan akan terus meningkat jika ingin mendapat efek yang lebih dari semula.

Withdrawal syndrome adalah keadaan tubuh seseorang yang menunjukan butuh zat tertentu, dan selama zat ini belum terpenuhi akan menimbulkan gejala-gejala fisik seperti berkeringat, rasa sakit luar biasa di pusat reseptornya di otak hingga menjalar keseluruh tubuh, mual-mual dan lain-lain, inilah yang disebut sakaw.

Syndroma ini hilang jika obat diberikan. Maka sipemakai hanya tahu satu-satunya cara menghilangkan sakaw hanya dengan narkoba, karena itu muncullah perilaku mencari dan mendapatkan obat dengan cara apapun yang disebut drug seeking behavior, mulailah ia mencuri, berbohong, merampok, menjual diri dan lain-lain yang penting mendapatkan uang untuk membeli narkoba dan menyimpan stok narkoba sebanyak-banyaknya.

Adiksi adalah keadaan dimana seseorang menjadi sangat tergantung pada obat. Akhirnya terjadilah keadaan dependensi dimana seseorang selalu ketergantungan membutuhkan obat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar baik secara fisik maupun psikologis.Ketergantungan secara fisik menimbulkan gangguan fisik seperti sakaw itu, sedangkan ketergantungan secara psikologis yaitu munculnya sugesti, craving dan trigering.

Sugesti berupa dorongan dan bisikan saran dari dalam jiwa pemakai untuk selalu mencari narkoba, craving adalah ingatan pemakai yang selalu mengidam-idamkan kenikmatan saat pakai, sedangkan trigering keadaan terpicu oleh pemicu (triger) yang terekam saat-saat ia pakai, misalnya dapat berupa lagu, baju, tempat, pokoknya apa saja yang terekam saat ia pakai ketika melihat lagi hal-hal tersebut segera memorinya akan terpicu kepada narkoba.

Seorang pemakai selalu ingin mendapat efek kenikmatan yang lebih, padahal ia tahu dosisnya harus selalu ditambah, maka ia akan terus melipatgandakan dosis tanpa memperhatikan ketahanan jantung dan organ tubuh yang lain. Terjadilah kondisi over dosis dimana organ tubuh khususnya jantung tidak dapat lagi menahan tekanan reaksi zat sehingga bekerja diluar kontrol dan kapasitas hingga terjadilah kerusakan organ-organ vital, pecah pembuluh darah di jantung, keracunan yang mengakibatkan kematian.

Satu kondisi lagi yang mengerikan dari pemakai narkoba adalah rusaknya system lymbik dapat menimbulkan bencana kehancuran spiritual yang luar biasa. Ini terjadi karena menurut penelitian di Lesley College Cambridge Massachusets di area lymbik ada yang disebut Lobus Temporal. Pada lobus temporal orang normal terdapat mesin saraf yang dirancang Tuhan untuk behubungan dengan hal-hal yang terkait dengan agama. Titik pusat saraf ini dinamakan God Spot atau God Module. Karena itu penelitian ini menyim-pulkan bahwa fenomena agama adalah sesuatu yang sudah “hard wired” (terpatri) dalam otak manusia.

Fungsi God Spot dan God Module adalah tempat bertahtanya hal-hal spiritual dan religiusitas, menangkap pengalaman luar biasa yang dialami, merekam religius experience seperti merasakan halawat al-sholat, nikmatnya menerima nasihat, kerinduan dekat kepada Ilahi bahkan sanggup menangkap religius experience sedetik menjadi dahsyat dan akan ingat seumur hidup sehingga sanggup mengubah arah hidup (life transforming) seseorang.

Karena itu eksistensi God Spot dan God Module menentukan pengalaman dan perilaku keberagamaan seseorang. Maka ketika sistem lymbik rusak, God Spot dan God Module juga ikut rusak karena mesin saraf untuk berhubungan dengan agama, fenomena agama yang telah terpatri dan segala rekaman religiusitas atau spiritualitas mengalami kerusakan bahkan mungkin hilang. Segala efek audio-video-kinestetis akan menjadi tidak berpengaruh lagi. Pendek kata, ketika God Spot dan God Module terhapus, maka Tuhan pun “tersingkir” dari dirinya.

Sekarang tahulah kita kaitan bagaimana narkoba dapat merusak sisi spiritualitas pemakainya. Dari gambaran di atas meskipun secara sederhana, dapatlah diketahui bahwa pemakai narkoba mengalami kerusakan di titik organ vital yaitu otak terutama pada bagian lymbik tengah. Kerusakan sistem lymbik ini secara farmakologis akan berakibat rusak dan berubahnya sistem kendali diri pemakai narkoba karena pada lymbik ini tempat berkumpulnya sensor rasa, emosi, seksualitas, memori yang dapat mempengaruhi munculnya berbagai perilaku abnormal baik secara fisik maupun secara psikologis. Kerusakan dibagian otak ini diikuti oleh berbagai kerusakan organ vital lain dalam tubuh seperti jantung, hati, ginjal yang terkontaminasi racun narkoba.

Penulis, Ketua Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung.


0 Comments:

Post a Comment